DAERAH Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung ternyata memiliki sejumlah
seni tradisional yang sangat unik dan menarik. Salah satunya yakni seni
kunclung. Kesenian ini merupakan kesenian khas masyarakat Cileunyi,
khususnya masyarakat di Desa Cileunyi Wetan yang merupakan masyarakat
huma. Tidak heran jika kesenian ini ditampilkan tatkala menjelang panen
padi huma maupun saat akan menanam padi huma.
Beruntung penulis
bisa menyaksikan kesenian yang terbilang langka ini beberapa waktu lalu.
Walaupun sebenarnya menyaksikan seni kunclung ini serbakebetulan alias
tidak disengaja. Pasalnya, saat itu belum saatnya panen maupun menanam
padi huma. Kala itu, awal bulan Juni 20012 di Desa Cileunyi Wetan tengah
digelar sebuah kariaan yang dilakukan warga, yakni Bah Eke yang
kedatangan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jabar, Drs. Nunung
Sobari, M.M. yang akan menyaksikan pewarisan seni kacapi janaka yang
juga berkembang di daerah itu.
Namun penampilan seni kunclung
ternyata mampu menarik perhatian penulis dan masyarakat lainnya.
Tertlebih saat itu, seni kunclung dimainkan oleh sejumlah anak-anak
kecil usia sekolah dasar. Sementara penarinya dua orang perempuan paruh
baya dengan mengenakan kain kebaya berwana hijau muda. Kedua penari
perempuan ini terus menari mengikuti irama kunclung atau bilah bambu
berukuran besar yang dicowak bagian bawah sekitar 10 cm dari buku ke
atas. Alat musik ini sangat khas, namun memiliki kesamaan dengan alat
musik angklung dan calung. Jika dipukul, maka bambu ini akan
mengeluarkan bunyi yang nyaring sesuai dengan ukuran bambu.
Makanya
pada saat memainkannya, anak-anak ini tidak memukul secara berbarengan
namun berirama sesuai ketukan alat musik kendang dan gamelan yang
dimainkan oleh grup seni Lugay Maung (mamaungan atau sisingaan). Tarian
yang dibawakankedua penari perempuan tua ini sangat sederhana namun
mengandung isi dan nilai sangat dalam serta mengandung nilai magis.
Sehingga siapapun yang menyaksikannya tanpa terasa badannya akan ikut
bergerak dan bergoyang.
Sekalipun yang memainkan kesenian itu
terbilang masih anak-anak yang tergabung dalam lingkung seni Rineka
Cempaka Mekar Wagi, Kp. Nyalindung, Desa Cileunyi Wetan, namun hasil
yang disuguhkan seperti kesenian yang dimainkan kalangan orang dewasa.
Tarian panenMenurut
Bah Eke, seni kunclung biasanya dimainkan ketika masyarakat Desa
Cileunyi Wetan yang sebagian besar petani huma akan memanen padi huma.
Beberapa hari sebelum panen, para petani biasanya menunggu di dangau
atau saung yang dibangun di atas bukit untuk menjaga padi huma yang
tengah menguning dari gangguan hewan seperti babi hutan. Seni kunclung
dimainkan fungsinya pun untuk menakut-nakuti hama babi hutan maupun hama
perusak lainnya.
"Selain itu, permainan seni kunlung ini untuk
sekedar menghibur diri saat berada di atas huma. Biasanya, seni kunclung
dimainkan oleh beberapa orang dan seorang diantaranya bertinda sebagai
pemimpin juga sebagai penyanyi yang menyanyi dengan lagu sekenanya,
terkadang ngabeluk. Jadi, dulunya seni ini sebagai kalangenan para
petani," terangnya.
Sedangkan bambu yang digunakan segala jenis
bambu, kecuali bambu yang berukuran kecil. Namun bambu gombong dan bambu
hitam yang paling bagus. Selain kuat, ukurannya pun sangat besar. Untuk
bisa dibuatkan alat musik kunclung, bambu ini harus dikeringkan secara
alama selama satu bulan lebih. "Ini dilakukan agar kadar airnya
berkurang. Bambu yang kering sangat mudah dan enak dibuat alat musik,
sehingga suara yang dihasilkan tidak akan berubah," paparnya.
Sementara
ukuran bambu sangat variatif, mulai dari ukuran 50 cm hingga 2500 cm.
"Itu semua tergantung luas buku bambu. Karena bambu untuk kunclung tidak
boleh ada buku di tengah-tengahnya," ujarnya lagi.
(kiki kurnia/"GM")**
SISINGAAN
Sisingaan adalah suatu kesenian khas masyarakat Sunda (Jawa Barat) yang
menampilkan 2-4 boneka singa yang diusung oleh para pemainnya sambil
menari. Di atas boneka singa yang diusung itu biasanya duduk seorang
anak yang akan dikhitan (sunat) atau seorang tokoh masyarakat.
TARI TOPENG
Secara historis, pertunjukkan tari topeng diawali di Cirebon tepatnya
pada abad ke-19 yang dikenal dengan Topeng Bahakan. Menurut T. Tjetje
Somantri (1951) daerah Jawa Barat antara lain Sumedang, Bandung, Garut
dan Tasikmalaya pada tahun 1930 didatangi oleh rombongans topeng berupa
wayang wong dengan dalangnya bernama Koncer dan Wentar. Berdasarkan data
historis inilah teori awal munculnya tari topeng ke Jawa Barat
(Priangan) ditetapkan sebagai awal perkembangan Tari Topeng Priangan.
TARI WAYANG
Tari wayang mulai dikenal masyarakat pada masa kesultanan Cirebon pada
abad ke-16 oleh Syekh Syarif Hidayatullah, yang kemudian disebarkan oleh
seniman keliling yang datang ke daerah Sumedang, Garut, Bogor, Bandung
dan Tasikmalaya.
KESENIAN ADU DOMBA
Adu domba merupakan salah satu kesenian khas rakyat jawa barat yang
cukup digemari, terutama di kalangan tradisional. Kesenian ini merupakan
peninggalan leluhur yang masih bertahan eksistensinya hingga saat ini.
Pada intinya adu domba ialah ajang pamer ketangkasan hewan ternak yang
pada akhirnya akan menaikan gengsi suatu perkumpulan ternak tertentu.
Para pesertanya ialah peternak-peternak domba yang tersebar hampir di
seluruh jawa barat, terutama daerah garut, sumedang, bandung, majalengka
dan lainya. Event adu domba dilaksanakan setiap tahun dengan sistim
kompetisi, hampir setiap bulan kegiatan ini dilaksanakan bergilir di
daerah-daerah. Di bandung arena adu domba salah satunya terletak di
lebak siliwangi.
Setiap event adu domba selalu dipadati oleh penonton. Kegiatan ini juga
memiliki gengsi yang cukup tinggi karena banyak tokoh-tokoh sunda yang
juga merupakan penggemar sekaligus pemiliknya, seperti Kang Ibing (alm)
dan lain lain.
GAMELAN DEGUNG
Ada beberapa gamelan yang pernah ada dan terus berkembang di Jawa Barat,
antara lain Gamelan Salendro, Pelog dan Degung. Gamelan salendro biasa
digunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang, tari, kliningan,
jaipongan dan lain-lain. Gamelan pelog fungsinya hampir sama dengan
gamelan salendro, hanya kurang begitu berkembang dan kurang akrab di
masyaraka dan jarang dimiliki oleh grup-grup kesenian di masyarakat. Hal
ini menandakan cukup terwakilinya seperangkat gamelan dengan keberadaan
gamelan salendro, sementara gamelan degung dirasakan cukup mewakili
kekhasan masyarakat Jawa Barat. Gamelan lainnya adalah gamelan Ajeng
berlaras salendro yang masih terdapat di kabupaten Bogor, dan gamelan
Renteng yang ada di beberapa tempat, salah satunya di Batu Karut,
Cikalong kabupaten Bandung. Melihat bentuk dan interval gamelan renteng,
ada pendapat bahwa kemungkinan besar gamelan degung yang sekarang
berkembang, berorientasi pada gamelan Renteng
Wayang Golek
Asal mula wayang golek tidak diketahui secara jelas karena tidak ada
keterangan lengkap, baik tertulis maupun lisan. Kehadiran wayang golek
tidak dapat dipisahkan dari wayang kulit karena wayang golek merupakan
perkembangan dari wayang kulit. Ada yang menyebutkan bahwa pada tahun
1583 Masehi Sunan Kudus membuat wayang dari kayu yang kemudian disebut
wayang golek yang dapat dipentaskan pada siang hari. Sejalan dengan itu
Ismunandar (1988) menyebutkan bahwa pada awal abad ke-16 Sunan Kudus
membuat bangun 'wayang purwo' sejumlah 70 buah dengan cerita Menak yang
diiringi gamelan Salendro. Pertunjukkannya dilakukan pada siang hari.
Wayang ini tidak memerlukan kelir. Bentuknya menyerupai boneka yang
terbuat dari kayu (bukan dari kulit sebagaimana halnya wayang kulit).
Jadi, seperti golek. Oleh karena itu, disebut sebagai wayang golek.
JAIPONG
Tari ini diciptakan oleh seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira,
sekitar tahun 1960-an, dengan tujuan untuk menciptakan suatu jenis musik
dan tarian pergaulan yang digali dari kekayaan seni tradisi rakyat
Nusantara, khususnya Jawa Barat. Meskipun termasuk seni tari kreasi yang
relatif baru, jaipongan dikembangkan berdasarkan kesenian rakyat yang
sudah berkembang sebelumnya, seperti Ketuk Tilu, Kliningan, serta
Ronggeng.
CALUNG
Calung adalah alat musik Sunda yang merupakan prototipe (purwarupa) dari
angklung. Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara
digoyangkan, cara menabuh calung adalah dengan memukul batang (wilahan,
bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang tersusun menurut titi laras
(tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la). Jenis bambu untuk pembuatan
calung kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam), namun ada pula yang
dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih). Pengertian calung
selain sebagai alat musik juga melekat dengan sebutan seni pertunjukan.
Ada dua bentuk calung Sunda yang dikenal, yakni calung rantay dan calung
jinjing.
TARI & IBING PENCAK SILAT
Salah satu aspek yang tidak kalah penting dalam pencak silat adalah
aspek seni pencak silat, yang lebih populer di Jawa Barat dengan sebutan
ibing namun tidak sedikit orang menyebut aspek seni pencak silat ini
dengan istilah tari pencak silat padahal dalam kenyataan yang sebenarnya
bahwa istilah ibing pencak silat dengan istilah tari pencak silat
mempunyai pengertian yang berbeda. Ibing Pencak Silat mempunyai
pengertian yang lebih mendalam dibanding tari pencak silat, karena dalam
ibing pencak silat selain ada unsur keindahan gerak di dalamnya,
mempunyai tujuan akhir menjatuhkan lawan, sehingga dalam ibing pencak
silat unsur beladirinya lebih menonjol. Sedangkan istilah tari lebih
ditekankan pada unsur keindahannya saja tidak ada unsur beladirinya,
seperti tari-tarian yang sering kita lihat.
ANGKLUNG
Sejak Angklung adalah sebuah alat atau waditra kesenian yang terbuat
dari bambu khusus, yang ditemukan oleh Bapak Daeng Sutigna sekitar tahun
1938. Ketika awal penggunaannya angklung masih sebatas kepentingan
kesenian lokal atau tradisional. Namun karena bunyi-bunyian yang
ditimbulkannya sangat merdu dan juga memiliki kandungan lokal dan
internasional seperti bunyi yang bertangga nada duremi fa so la si du
dan daminatilada, maka angklung pun cepat berkembang, tidak saja
dipertunjukan lokal tapi juga dipertunjukan regional, nasional dan
internasional. Bahkan konon khabarnya pertunjukan angklung pernah
digelar dihadapan Para pemimpin Negara pada Konferensi Asia Afika di
Gedung Merdeka Bandung tahun 1955.
Sepeninggal Daeng Sutigna kreasi kesenian angklung diteruskan oleh Mang
Ujo dan Erwin Anwar. Bahkan Mang Ujo telah membuat pusat pembuatan dan
pengembangan kreasi kesenian angklung yang disebut ‘
Saung angklung Mang Ujo”
yang berlokasi di Padasuka Cicaheum Bandung. Salah satu program yang ia
lakukan khususnya untuk mempertahankan kesenian angklung adalah
memperkenalkan angklung kepada para siswa sekolah, mulai TK, sampai
dengan tingkat SLTA dan bahkan telah menjadi salah satu kurikulum pada
pada mata pelajaran lokal. Kini Angklung terdaftar sebagai
Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO sejak November 2010.